Menu

Mode Gelap

Opini · 20 Nov 2019 05:59 WIB · · Artikel ini telah dibaca 3 kali

Posisi Indonesia di Tengah Perang Ideologi


Posisi Indonesia di Tengah Perang Ideologi Perbesar

Bagikan :

Oleh KH. Muhamad Muzamil

Dalam kehidupan bernegara maupun
beragama, perbedaan pemikiran dan ideologi adalah sebuah keniscayaan.
Justru dengan perbedaan ini, manusia menjadi mengerti bila mau mengambil
pelajaran atau hikmah atas berbagai peristiwa yang terjadi, supaya
saling memahami dan menghargai satu sama lain.

Adakalanya
perbedaan tersebut diselesaikan melalui dialog dan adu argumentasi,
bahkan juga perang yang menelan korban yang tidak sedikit, seperti
kerusakan badan dan jiwa manusia, serta infra struktur bangunan, seperti
pada perang dunia pertama dan kedua. Homo homoni lupus, manusia adalah
serigala bagi manusia lainnya.

Perang dunia pertama terjadi pada
1914-1918, yang menelan korban hingga 9 juta tentara. Kemenangan ada
pada pihak Sekutu, dan berakhirnya kekaisaran Jerman, Rusia, Utsmaniyah
dan Australia Hongaria. Serta berdirinya Liga Bangsa-Bangsa.

Kemudian
juga meletus perang dunia kedua tahun 1939-1945. Perang ini menelan
korban 50-70 juta jiwa. Perang ini juga dimenangkan Pasukan Sekutu, yang
kemudian lahir Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dan kemudian awal
perang dingin antara kekuatan raksasa Amerika dan Rusia.
Meski di
beberapa kawasan Dunia sekarang masih diwarnai perang seperti di
beberapa negara di Timur Tengah dan jalur Gaza, namun juga terjadi
perang pemikiran dan ideologi untuk berebut pengaruh ekonomi, politik,
sosial budaya dan pertahanan keamanan.

Perang ideologi yang
terjadi adalah antara ideologi neo sosial demokratik dan ideologi neo
liberal. Kemudian dengan hegemoni ideologi neo liberal, muncul sikap
yang berbeda di kalangan umat Islam, seperti paham Syi’ah, Neo Khowatij,
Neo Muktazilah, sunni Salafi Wahabi dengan berbagai macam variannya dan
paham shufi atau thoriqoh.

Baca Juga  Agama dan Tradisi : Harmoni Islam dalam Budaya (1)

Dalam Dunia Islam, sejak lahirnya
pemikir besar Imam Abu Al-Hasan bin Ismail Al-Asy’ari (873-935 M), dan
Imam Abu Mansyur Al-Maturidi (853-944 M), sebenarnya kelompok menyimpang
dari Islam yang terjadi ketika kepemimpinan Sahabat Ali bin Abi Thalib
kw (656-661 M) seperti Syi’ah dan Khawarih telah kehilangan pengaruh di
kalangan ummat Islam. Secara mayoritas ummat Islam adalah ikut pada Imam
Abu Al-Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansyur Al-Maturidi.
Namun
akibat perang dunia, firqoh yang menyimpang tersebut menemukan momentum
bangkit kembali, yang puncaknya adalah runtuhnya Kekhalifahan Turki
Utsmani pada 3 Maret 1924.
Setelah itu muncul perang
Soviet-Afghanistan tahun 1979-1989. Dalam perang ini Soviet mundur namun
berlanjut perang saudara antara kelompok pemerintah demokratik
Afghanistan dan kelompok mujahidin, yang belakangan melahirkan Al-Qaida
dan ISIS di Irak dan Syiria.

Kemudian bagaimana Indonesia? Sejak
Merdeka tahun 1945, Indonesia tidak melibatkan diri dalam peperangan
dengan sikap politik non blok, bebas aktif. Kemerdekaan Indonesia
menjadi inspirasi kemerdekaan negara-negara di kawasan Asia Afrika.
Namun dengan lahirnya PBB, posisi Indinesia tidak kuat karena adanya hak
veto negara-negara besar, seperti China, Perancis, Rusia, Britania
Raya, dan Amerika Serikat.

Baca Juga  Mari Berkurban

Meskipun Indonesia bersikap non blok,
namun Indonesia terkena imbas perang, baik perang dunia, perang dingin,
maupun sekarang perang ideologi dan pemikiran.

Diawali dari
datangnya kembali NICA setelah Kemerdekaan RI tahun 1945 kemudian muncul
resolusi jihad NU sehingga meletus perang Surabaya. Terjadi pula perang
agresi militer pertama tahun 1947, dan agresi militer Belanda kedua
tahun 1948 yang terjadi di Jawa dan Sumatera yang mengakibatkan
dibentuknya pemerintah darurat yang dipimpin Syafrudin Perwiranegara di
Sumatra.
Kemudian perang gerilya yang dipimpin Jendral Besar
Soedirman hingga tahun 1949, kemudian pasukan Siliwangi yang juga
menghadapi pasukan pemberontak DII/TII.

Setelah itu berlaku UUDS
tahun 1950-1959. Tahun 1955 Indonesia melaksanakan pemilu yang pertama.
Hasilnya terbentuk DPR dan Majelis Konstituante yang mulai bersidang di
Bandung bulan Nopember tahun 1956.

Pada awalnya diterapkan
demokrasi parlementer atau demokrasi liberal, situasi tidak stabil,
kemudian diubah oleh Presiden Soekarno dengan demokrasi terpimpin. Namun
sampai pada tahun 1959, belum mampu menghasilkan keputusan tentang UUD,
sehingga akhirnya tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan
Dekrit yang antara lain berisi kembali pada UUD 1945.
Dalam
Demokrasi terpimpin, terjadi persekutuan konsepsi antara ideologi
nasionalisme, agama dan komunisme (nasakom). Pada tahun 1962 terjadi
perebutan Irian Barat dalam operasi Trikora.
Di era Demokrasi
Terpimpin tahun 1958-1965, Amerika Serikat memberikan bantuan militer
senilai 64 juta dolar sehingga sebelum akhir tahun 1960 telah terbentuk
43 Batalyon angkatan bersenjata Indonesia.

Baca Juga  Aku belum NU, Kamu?

Tahun 1965-1966 terjadi
pergolakan politik yang memakan korban jiwa yang tidak sedikit,
sehingga setelah 21 tahun menjabat, Presiden Soekarno digantikan oleh
Presiden Soeharto.

Setelah 32 tahun menjabat, Presiden Soeharto
digantikan oleh Presiden Habibie, yang kemudian Timor Timur memisahkan
diri dari Indonesia menjadi Timor Leste tahun 1999.

Setelah itu
gerakan sparatis juga muncul di wilayah pripinsi lain seperti Aceh dan
Papua, namun masih bisa diajak kompromi dengan otonomi.

Menyimak
sejarah Indonesia yang panjang tersebut, dapatlah dimengerti bahwa
perang ideologi atau pemikiran juga tengah terjadi, sebagai akibat
perang dunia maupun perang dingin yang telah lalu.
Karenanya, baik
pemimpin pemerintahan (Presiden beserta Lembaga Negara yang ada),
maupun pemimpin masyarakat dan tokoh agama, seyogyanya menyadari
sepenuhnya bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki keunggulan untuk
melakukan diplomasi dan dialog dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
Pancasila sebagai ideologi tengah diantara dua ideologi yang
bertentangan, yakni ideologi kiri (neo sosial demokratik) dan kanan (neo
liberal).

Skala prioritas pembangunan sumber daya manusia yang
dilakukan Presiden Jokowidodo dan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin,
hendaknya juga dilakukan dengan terlebih dulu memperkuat ideologi
nasional Pancasila. Wallahu a’lam.

-Penulis adalah Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Tengah

sumber: www.maarifnujateng.or.id

Bagikan :
badge-check

Penulis

Baca Lainnya

40 Tahun Lakpesdam NU: Antara Turats dan Menggerakkan Ijtihad Sosial

9 April 2025 - 08:37 WIB

NU dan Ramadhan: Islam yang Ramah dan Dekat dengan Kehidupan

3 March 2025 - 18:39 WIB

NU dalam Kiprah Sosial & Politik Menurut Masyarakat: Membaca Hasil Survey Kompas

31 January 2025 - 06:40 WIB

Menjelang Musyker, NU Care-LAZISNU Kabupaten Magelang berkomitmen untuk Transparansi Pelaporan Dana

16 January 2025 - 05:52 WIB

Jelang Harlah NU ke-102, Kekuatan Doa ( 1 )

8 January 2025 - 15:20 WIB

Istiqomah Ngaji dan Khidmah, Tapi Tetap Harus Bekerja/Bisnis: Catatan Dawuh Mbah Kyai Warson

3 January 2025 - 23:05 WIB

Trending di Opini